Berada dalam Ketidaknyamanan

Ikmal Trianto
5 min readMar 29, 2024

--

Ilustrasi: Freepik

“The two most important days in your life are the day you are born and the day you find out why.”

Mark Twain pernah berkata: „Dua hari yang paling penting di dalam hidup Anda adalah hari Anda dilahirkan dan hari Anda mencari tahu mengapa.“ Kutipan tersebut merupakan catatan yang bisa kita cerna jauh lebih dalam untuk memahami apa itu hidup. Kita mesti menyadari sebuah alasan mengapa kita dilahirkan, meskipun untuk memahami sisi itu memerlukan waktu yang lama. Namun, tidak lebih lama dari kita mencari tahu alasan, mengapa kita perlu mencari tahu satu makna serta menemukan jalan hidup kita sendiri.

Berbicara jalan hidup adalah sebuah tema yang memberikan kita gambaran, ulasan, dan juga pemikiran yang tidak mudah. Setiap bagian kata dari apa yang kita definisikan, yakni merupakan bagian-bagian yang sifatnya lebih cenderung abstrak dan semu. Bahkan kadang kita pun tidak bisa mengartikan makna itu sendiri. Jalan hidup adalah rangkaian pilihan yang harus kita tentukan cepat ataupun lambat. Cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada. Sudah sejatinya sebagai manusia, kita berpikir dan kita diberikan pilihan untuk memilih serta menerima sebagai bagian dari hasil akhir yang disebut dengan takdir.

Saya kerap kali merenung dan terhanyut dalam pemikiran-pemikiran yang ‚menggali‘ asumsi dan mempertanyakan ini dan itu. Meskipun sesekali dalam lamunan itu ada jeda yang membisikan ‘jangan terlalu jauh berpikir’. Suatu saat saya membaca kisah antara Gus Dur dengan ajudannya ataupun seseorang yang saya sendiri lupa lebih tepatnya itu siapa. Orang itu berkata tentang arti kebahagian pada sang Presiden, dan Gus Dur menjawab dengan tegas bahwa seharusnya kita tidak memikirkan apa-apa yang belum kita ketahui. Lalu orang itu bertanya kembali, lantas bagaimana dengan hal yang sudah kita tahu. Gus Dur menjawab dengan santainya: kalau kita sudah tahu, kenapa harus dipikirkan lagi.

Untuk memberikan diri ruang kebebasan tanpa pemikiran-pemikiran di dalamnya tidaklah mudah. Bersamanya selalu diliputi cemas, khawatir, ragu, hampa dan hingga bahkan rasa putus asa yang tergabung menjadi kawanan overthinking. Diri ini mungkin akan selalu membandingkan dengan orang lain, utamanya dalam hal pencapaiannya. Seolah hidup ini seperti halnya kompetisi yang tak pernah berujung.

Manusia diciptakan dengan memiliki rasa ketidakpuasan, sejatinya itu menjadi hakikat alamiahnya. Ide, gagasan, inovasi adalah semacam entitas yang berasal dari sisi tidak puasnya manusia akan sesuatu hal. Jika kita melihat dari sisi positif, konkret pada konteks ini bisa melahirkan pengembangan terhadap ilmu pengetahuan ataupun hal positif lainnya. Namun, hakikat positif itu selalu beriringan dengan hakikat yang negatifnya. Apa yang kita wujudkan dalam perubahan itu dapat menimbulkan situasi yang sebaliknya, jika kita hanya mengedepankan ego dan nafsu saja, dengan tanpa mencernanya melalui pertimbangan yang sangat matang dari cara berpikir menggunakan logika yang sehat. Meskipun logika itu sangat bergantung pada kemampuan kognitif seseorang yang bisa saja berbeda satu sama lainnya.

Wujud daripada belajar itu kemauan yang didasari oleh niat dan belajar itu sifatnya primer, artinya merupakan kebutuhan dasar yang perlu kita realisasikan. Terkadang konotasi belajar ini hanya mencakup masa waktu belajar yang kita tempuh saat mengenyam pendidikan formal saja. Lebih dari itu, belajar adalah hal-hal yang mengubah situasi dan perilaku dan pemikiran manusia pada arah yang lebih baik. Pada dasarnya, belajar itu sebuah pergerakan.

Dengan sifat dasar yang sangat dinamis, keinginan manusia itu sendiri dapat berubah dan tidak pernah bisa kita pastikan.

Ada banyak kata-kata mutiara yang bisa kita temukan di google, buku-buku, ataupun dari orang-orang terkenal tentang untuk mencoba keluar dari zona nyaman dan bergerak, sampai kita tahu dimana batas kita. Tidaklah salah jika kita keluar dari zona nyaman kita. Tidak salah juga jika kita tidak keluar. Hal yang bisa salah menurut Paulo Coelho hanyalah menyebut orang lain keliru, jika mereka memilih jalan yang berbeda dengan kita. Setidaknya kita perlu berpikir dan memutuskan dengan baik untuk keluar dari zona nyaman itu. Orientasi kita bukan hanya berada pada hasil akhir saja, namun juga pada proses panjang yang akan sangat menguras banyak hal, terutama berkaitan dengan sisi psikologis kita. Semua akan dimulai kembali lagi dari awal, saat kita sudah yakin untuk meninggalkan zona nyaman itu. Meskipun akan tidak sedikit juga yang menyayangkan keputusan kita nantinya.

Hal yang akan memberatkan lain adalah pertentangan antara konsep idealis dan realistis itu sendiri. Bisa saja itu akan mudah terpatahkan jika apa-apa yang menjadi kebutuhan kita sudah terpenuhi dengan baik. Inti dari itu terletak pada sisi finansial sebagai kebutuhan dasar kita. Sudah tentu, tujuan dari kita keluar dari zona nyaman itu untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Berkembang untuk menambah jejaring dan life skills bukan hanya tentang menerima tahapan-tahapan dan fase kehidupan setelahnya untuk bisa survive pada bagian selanjutnya. Tetapi juga untuk meluaskan pemahaman, perspektif dan pengetahuan yang menjadi senjata saat survive itu nanti.

Dalam perjalanan terkadang kita akan mengeluhkan dan mempertanyakan banyak hal. Namun, satu hal yang selalu saya ingat adalah „Perasaan galau setiap manusia itu sama, hanya cara dan jalannya saja yang berbeda“. Setiap situasi galau, cemas, khawatir entah itu pada kondisi masalah yang berat membuat kita kemudian menjadi patah hati. Mungkin orang yang baru saja diputuskan cintanya merasa hidupnya sudah tidak ada artinya lagi. Mungkin orang yang tengah kasmaran merasa bahwa situasi ini pasti akan berlalu dan berubah menjadi semu. Mungkin orang yang punya harta melimpah merasa ada sisi kehampaan di tengah mudahnya ia membeli banyak hal. Mungkin orang yang miskin sekalipun mempertanyakan kapan mereka segera mendapati uang yang bisa mencukupi kehidupannya untuk menjadi layak. Semua situasi itu hanyalah kesementaraan dan berperan sebagai kata sifat saja. Artinya bisa saja hal itu hilang seketika dan mengubah kita sepenuhnya.

Kita tidak akan pernah tahu rahasia dibalik jalan hidup manusia. Kita hanya diberikan akal untuk berpikir dan diberi tugas untuk menggunakan kemampuan itu dengan sebaik-baiknya. Jika kita mengimani keberadaan Tuhan, maka tiap-tiap hal yang terjadi pada kita merupakan jalan yang Tuhan berikan sebagai suatu takdir. Serta ada banyak nilai dengan sifat filosofis-nya yang dapat kita maknai dan refleksi diri daripada yang disebut iman dalam konsep beragama. Sebaliknya, jika nilai itu tidak kita percayai sebagai bagian dari rencana Tuhan. Akal adalah bagian dari tumpuan yang mesti menjawab sisi rasionalitas dari hukum alam yang berlaku.

Meskipun pertanyaan tentang ‚mengapa‘ itu tidak dengan mudah didefinisikan secara konkret, setidaknya kita mesti mencoba untuk mencari tahu. Terlepas dari apapun jawaban yang kita dapati nantinya.

--

--

No responses yet